Montag, August 25, 2008

Gusti Allah Mboten Sare…

Di sebuah warung kopi di tepi Jl. Pramuka, Jakarta Timur, Gus Najib (sobat gw –pen) dengan penuh keyakinan diri curhat colongan sambil mromosiin prinsip hidupnya dia. Setelah nyeruput susu cokelat panasnya dalam2, dia bilang, “Allah iku ora sare, Sul”. Artinya: Allah ndak tidur, Sul. Dia Maha Awas, dan karenanya, selalu “melihat”, dan karenanya lagi, otomatis akan selalu adil.

Jadi ceritanya ente lagi nyari ato minta keadilan nih, Gus? Ehuehehhee :p.

***
Buat gw, statement Gusti Allah mboten sare ini adalah sebuah tautology. Eum, tahu tautology? Dalam ilmu logika, tautology itu adalah salah satu jurus yang paling sering dipakai untuk retorika. Perhatiken, eh.. perhatikan kalimat berikut:

Jika seekor ayam berkokok di atas genteng, maka cuaca akan berubah atau akan tetap sama seperti ketika sebelum ayam tsb berkokok.


Ini namanya retorika, sodara2. Sama aja kek statement standar orang2 partai kalo “semua rakyat Indonesia telah sejahtera kecuali mereka yang kurang sejahtera”. Nah, susahnya, by default, tautology tidak pernah salah, karena ya itu tadi… gak perlu pembuktian lagi karena dari struktur maupun maknanya, tautology selalu benar tanpa perlu adanya pembuktian. Istilah kerennya: a priori ad experientiam. Bener sebelum terjadi/terbukti.

***
Eum, soal Allah ndak tidur mah ya nenek2 meriang juga ngerti, eih. Apalagi jika kita sering baca Ayat Kursi, pasti yakin lah kalo Allah ndak pernah tidur. Iya tak?

Nah, sekarang pertanyaannya adalah, kalo kita tahu Allah itu ndak tidur, lalu mau apa? Mo tetep berpangku tangan mengharapkan keadilan Allah, gitu? Lha terus gunanya apa itu para polisi, pamong praja, hakim, hingga para pemimpin bangsa? Duduk2 nunggu gaji?! Ya enggak lah, masak enggak dong? Durian aja dibelah, bukan dibedong… ehuehehhhe: p

Buat gw, polisi, hakim, dan pemimpin yang adil adalah kepanjangan dari “tangan” keadilan Tuhan di muka bumi. Keadilan Tuhan gak turun “mak gedubrak” di hadapan kita, sodara2. Keadilan wajib kita tegakkan dan perjuangkan di dalam setiap gerak-gerik kita. Keadilan wajib kita tuntut dari level individu, Pengadilan Negeri, hingga kasasi di level Mahkamah sang Maha Agung waktu Yaumul Hisab (Hari Pengadilan) nanti. Keadilan adalah sifat Allah yang wajib kita refleksikan setiap hari.

Makanya ganjaran buat pemimpin yang adil juga mulianya gak kira2, eih: surga… eum, surga apa ya namanya? Yahh… gw lupa namanya… pokoknya surga tempatnya para Nabi dan Rasul Allah lah. Tuh, mulia banget kan derajat pemimpin yang adil? Udah diganjar surga, ngumpul pulak sama para Rasul… bisa ngopi, diskusi, nge-trup plus capsa sama beliau2 deh… hiakkakakak… dahsyat kan?!

***
Eum, mestinya, interpretasi atas statement Allah mboten sare ini diperluas deh. Bukan sebatas pada makna kalo Allah itu Maha Adil dan akan selalu membela ummat-Nya yang didzalimi/disakiti. Bukan sebatas pada makna dangkal kalo Allah itu serba tahu mana yang benar dan mana yang salah. Bukan pada pemaknaan yang sempit dan berpotensi menyeret kita kepada lembah kepasrahan yang absurd…

Nah, sekarang gw nawarin solusi pemaknaan baru atas statement Allah mboten sare, Sodara2. Tuhan itu ndak pernah tidur. Dia akan selalu “melihat” sekecil apapun ketidakadilan, kecurangan, kemunafikan, kebohongan, kerusakan, kebodohan, kedzaliman, kemungkaran, kenistaan, dan kejahatan yang kita lakukan. Dia akan selalu “menjenguk” dasar hati kita yang terkelam, “merasuk” ke dalam syaraf otak kita yang terlicik dan tertumpul, dan akan selalu “menampar” relung nurani kita yang paling sarat noda.

Jadi, ketika elo ngeliat orang baik yang bisa elo manfaatin dan manipulasi, ketahuilah: Allah mboten sare. Ketika seseorang ngajak elo untuk menggelapkan anggaran organisasi/perusahaan/negara, sadarlah: Allah mboten sare. Ketika elo berpidato di depan audiens dengan penuh tipu daya, ketahuilah: Allah mboten sare. Ketika rakyat elo kelaparan sedangkan elo kekenyangan… lihatlah: “mata” Allah sedang “melihat” dan melaknatimu sekaligus.

---------------------
Holy Sam,
Jatimulya, 25 Agustus 2008; 18.31 WIB.

Keine Kommentare: