Freitag, Juni 08, 2007

Panduan Tidak Resmi untuk Melanjutkan Studi ke Jerman (Bagian 1)


Halo, semua,

Jadi ternyata kamu pengen ngelanjutin studi ke Jerman? Bagus, berikut ini adalah sedikit informasi dan panduan tidak resmi yang bisa saya berikan, tanpa memandang level studi apa yang akan kamu tempuh. Semoga bermanfaat.

Pertama, sistem edukasi di Jerman amat berbeda dengan sistem pendidikan manapun di dunia ini. Informasi lengkap ada di sini: http://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_Germany.

Kedua, periksa niat kamu untuk ngelanjutin kuliah di Jerman. Kenapa? Karena berangkat ke Jerman adalah keputusan strategis yang akan sangat menentukan masa depan kamu. Kalo niat kamu _cuma_ untuk mendapatkan gelar akademik saja, lupakan cita2mu. Gelar akademik made in Germany’s University adalah prestis, bahkan bagi orang Jerman sendiri. Perhatikan laporan dari U.S. Library of Congress. December 2005 yang saya ambil dari sini: http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/profiles/Germany.pdf

"Many German universities suffer from overcrowding, and students sometimes have difficulty making steady progress toward their degrees. Some subjects, particularly medicine, are subject to limited enrollment. The percentage of Germans with university degrees (19.3 percent) is much lower than in the United States (33.2 percent), Britain (37.5 percent), Australia (36.3 percent), and Finland (36.3 percent)."

Kenapa? Karena tidak sembarang orang bisa masuk universitas. Untuk bisa jadi mahasiswa universitas, kamu harus super encer. Banyak rekan saya di sini yang tadinya dosen di kampus2 Indonesia harus belajar mati-matian untuk bisa lolos ujian. (Lolos: dapet nilai 3 - 4; lulus: dapet nilai "ajaib": 1 - 2).

Solusi bagi sulitnya jadi mahasiswa universitas adalah melamar ke Fachhochschule, alias University of Applied Science. Nah, kebanyakan orang Jerman (mungkin sekitar 70%, CMIIW) adalah lulusan dari perguruan tinggi tipe ini.

Lho, memang apa perbedaan antara universitas dan universitas terapan? Huu, ketauan, deh, ndak baca link di atas yak? Dasar malas kamu, huehehehhee.

Oke, sekarang saya sudah tahu mau ke universitas atau FH, lalu apa yang harus saya lakukan? Langsung daftar, gitu?

Eits, tunggu dulu, Bung.

Ketiga, ada beberapa persyaratan umum yang wajib dipenuhi:

Well, pertama, liat kemampuan intelegensi kamu. Coba cek ke sini: http://www.iqtest.dk/main.swf. Kalo ternyata hasil test IQ kamu di bawah 117, segera tobat dan akuilah kekhilafan kamu, karena ternyata rata2 IQ mahasiswa di sini adalah 117 (http://de.wikipedia.org/wiki/Intelligenzquotient). Kenapa IQ kok penting banget sih? Yah, gimana dungs, kan salah satu Erfolgsfaktor (Success Factor) adalah IQ, yang menurut Spearman (1904) menyumbang tingkat korelasi terhadap kesuksesan studi hingga 50%.

Celutukan usil --> Bad2, ndak ada literatur yang lebih baru apa yak?!

Balesan yang ndak kalah usil dan kejam --> Bujugh, dapet literatur aja dah bagus, Nyet!! Cari aja ndiri lah sanah, dasar $%"/)(=(/!!

Well, saya sendiri bukan tipe jenius, karena faktanya saya ndak tergabung di Mensa International Society :P, makanya kuliah saya susah bener rasanya. Terus, tiap ujian saya ngerasa mo gantung diri saking susahnya.. (halah.. apa sih Ibad, kok jadi cucol (curhat colongan –pen.) gini, toh?). Huehehehee, ketauan deh (sambil nyengir malu2).

Persyaratan kedua, periksa tabungan kamu dan atau tabungan orang tua kamu. Lho, kok tau2 ngomongin uang? Yups, geld ist sehr wichtig um dich erfolgreich ins Deutschland zu studieren. Yah, pokoknya penting banget lah. Gini2, sekitar 300 Euro/bulan itu pasti lenyap buat mbayar sewa tempat tinggal, asuransi kesehatan, listrik, plus telpon/internet. Untuk makan perbulan kira2 abis 100 - 200 Euro, kalo masak sendiri, tergantung menu dan sekuat apa kamu makan, kekekekkee. Yang punya kebiasaan ngerokok sebaiknya mulai dikurangi, harga rokok di sini sekitar 5,20 Euro per bungkus (isinya 19 batang!). Untuk beli buku dan atau barang2 personal sekitar 50 Euro per bulan. So, minimal kamu bakal ngabisin 500 EUro per bulan, dengan asumsi kamu nggak ngerokok, ndak jajan di kantin, dan ndak makan di luar rumah. Di kalikan 12 bulan ekuivalen dengan 6000 Euro per tahun. Tunggu dulu, lha mbayar kuliahnya gimana? Ya tinggal ditambahin aja lah, biaya kuliah kan bervariasi. Kalo kasus saya, mah biaya kuliah adalah 634 Euro/semester.

Kalo kamu ngelamar visa student di Kedutaan Jerman di Jakarta, kamu akan dimintai Verplichtung Erklärung (terjemahan bebas: surat keterangan kemampuan membayar), yang isinya adalah deposit sebesar 7020 Euro/tahun yang nantinya akan dikirim ke rekening pelamar di Jerman. Informasi lengkapnya di sini (http://www.jakarta.diplo.de/Vertretung/jakarta/id/01/Visabestimmungen/Hinweis__Aufenthalt__mehr__3__Monate.html).

Nah, 7020 Euro itu untuk biaya hidup per tahun. Kalo masa study yang disyaratkan 2 tahun, misalnya, ya tinggal dikalikan saja. Masalahnya, jarang sekali ada mahasiswa yang bisa lulus tepat waktu. Paling tidak perlu waktu paling cepat 6 bulan dan paling lama 2 tahun tambahan untuk menyelesaikan studi. Artinya, mulailah berkalkulasi soal kemampuan financial kamu.

Ndak ah, saya mo kerja aja di sana. Weits, serius? Oke, silakan cek di sini (http://www.pub.arbeitsamt.de/hst/services/statistik/000000/html/start/monat/aktuell.pdf), dan kamu bakal nemuin fakta kalo angka pengangguran di Jerman saat ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah Jerman, dengan jumlah total penganggur sebesar 3,8 juta jiwa. Nah, pertanyaan saya, apa skill yang kamu punya sehingga dengan pedenya kamu mo saingan dengan 3,8 juta penganggur lainnya di sini?

Omong2, ada sih beberapa student di sini ada yang cukup beruntung bisa dapat pekerjaan ala kadarnya di Fruchtunion, RGIS, Aramarkt, McDonalds, dst. Tapi percayalah, penghasilan yang didapatkan tidak lebih dari 400 Euro/bulan. Dan lagi, ada trade off antara waktu belajar dan kerja. Beberapa rekan harus rela masa studinya molor hingga 5 tahun untuk level master karena ia harus bekerja.

Sebenarnya ada solusi lain: Beasiswa. Nah, untuk urusan beasiswa, coba cek ke www.daad.de, Goethe Institut, dst. Semoga berhasil.

Jadi udah nih, Cuma urusan IQ n duit ajah? Wahh, nafsu bener, Bung. Jangan eih, ndak bagus ituh. Oke, selanjutnya adalah kemampuan bahasa Jerman kamu akan amat dituntut di sini. Jadi kalo Cuma punya Zertifikat Deutsch ala Goethe Institut doang mah, lupakan. Kecuali kamu mo mbayar sekitar 2000 Euro/tahun lagi untuk nambah kursus bahasa Jerman. Dulu saya pernah dinasihati oleh seorang dokter lulusan Jerman bahwa untuk kuliah di Jerman, level Oberstufe Goethe Institut itu cuma 25%-nya saja. 75 % dari bahasa Jerman harus kamu pelajari di Jerman. Walah, lha wong Oberstufe itu aja dah level tertinggi di Goethe Institut Jakarta kok, Dok. Gimana, dungs? Ya nanti kamu di sana kursus lagi. Well, nyatanya, bahasa Jerman itu memang lebih susah dari bahasa Arab kok. Lain kali akan saya tuliskan „keajaiban“ bahasa Jerman di blog ini.

Omong2, saya punya kenalan pensiunan guru Jerman yang pernah suatu kali ngasih tahu saya: Kamu perlu 4 tahun buat belajar bahasa Jerman. Tahun pertama, kamu belajar untuk tahu apa tema yang sedang diomongin/ditulis. Tahun kedua, kamu ngerti keseluruhan tema, tapi belom bisa ngomong secara rapi. Tahun ketiga, kamu mulai ngomong rapi, tapi belom bisa berdebat atau berargumentasi. Tahun keempat, baru kamu bisa ngomong n nulis kayak orang Jerman beneran.

Nah, lo.. dah mulai jiper, kan? Padahal, sejauh pengamatan saya, orang Jerman yang dari lahir dah pake bahasa Jerman aja banyak yang ndak lulus kuliah, kok. Perhatiin aja wajah2 kusutnya di kelas atau pas ujian... kekekekkeke.

Selanjutnya, persyaratan yang keempat: motivasi. Tanya ke diri kamu sendiri, apa motivasi kamu kuliah di Jerman? Setelah itu, evaluasi. Kalo motivasinya masih ekstrinsik (misalnya: supaya dapet kerja mapan, supaya membanggakan ortu/pacar/mertua, supaya dipandang „wah“, dst), lupakan saja, ndak usah pergi ke Jerman. Kenapa? Karena kuliah di sini itu pada dasarnya monoton. Ketika kamu bosen, bete, stress, dst., kamu perlu motivator untuk nge-charge semangat kamu lagi. Nah, ketika motivator ini hilang pas kamu masih di sini (misalnya diputusin pacar, orang tua meninggal, dst.), kuliah kamu pasti bakal berantakan.

Tipe motivator yang lebih diperlukan di Jerman adalah motivator intrinsik. Apaan tuh? Misalnya: cita2 pribadi dari kecil, self-efficacy, keinginan internal untuk menjadi expert di bidang studi tertentu, dan lain2. Pokoknya, motivasi ini harus datang dari dalam diri sendiri. Titik. Kalo motivasi masih datang dari luar, mah, lupakan, ndak usah coba2 menginjakkan kaki di Jerman.

Selanjutnya, evaluasi lagi, setinggi apa motivasi intrinsik yang kamu punya? Cara ngukurnya gimana? Pergi ke Assesment Center ato Psikolog yang kompeten. Sejauh ini saya mah belum nemu link yang tepat, eih. Maabh (sambil nyengir lagi).

Oke, jadi sejauh ini ada 3 persyaratan yak? Salah, duduls, yang bener 4: IQ, kemampuan financial, kemampuan bahasa Jerman, dan motivasi intrinsik. Persyaratan 1 – 3 adalah syarat mutlak, dan persyaratan terakhir adalah untuk menjamin kewarasan mental kamu, kalo kamu ingin selalu waras, tentunya, kekekkekeke.

à akan disambung lagi kalo sempet dan inget.

1 Kommentar:

Anonym hat gesagt…

hai salam kenal,

info ini sangat bagus, saya dulu pernah hampir s3 di jerman tapi akhirnya mundur, mungkin karena tidak memiliki semangat intrinsik seperti yg kamu sebutkan, anyway, saya sempat 1 thn di freiburg untuk visiting scholar dan rasanya kendala yg utama selain bahasa adalah sikap individualis bangsa jerman yg saya tidak tahan.

Sukses buat kamu!