Sonntag, April 19, 2009

Pemilu (Perjalanan Ngilu Penuh Lika-liku) 2009 – Sebuah Catatan Perjalanan


(Foto jari kelingking kanan gw waktu hari pencontrengan, diambil dgn Kokon E4300)

Aku akui bahwa aku bukanlah warga negara Indonesia yang baik, teman. Sumbangan pajakku tak seberapa, sumbangan pemikiranku belum apa2. Namun aku niatkan untuk selalu memberikan yang terbaik bagi bangsa. Itu saja.

Maka jadilah pagi itu, Kamis, 09 April 2009, kami berempat berangkat penuh semangat ke Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Frankfurt am Mainz, Jerman. Aku, Bung Feri aka. Juergen, dan Bang Lubis beserta istrinya. Penuh sukarela dan sukacita mendatangi bilik suara dan menunaikan kewajiban dan hak kami untuk memilih anggota legislatif yang sekiranya paling pantas mewakili kami.

Segala persiapan tuntas sudah. Sedikit riset mengenai rekam jejak para kandidat, konfirmasi kedatangan kami, serta rencana perjalanan telah tersusun matang. Satu-dua detail tertinggal, lupakanlah. Yang paling penting hanyalah lagu Indonesia Raya yang mengalun syahdu di benak kami masing2. Bunda Pertiwi, kami datang memenuhi panggilanmu. Suara kami adalah masa depanmu, dan tidak akan kami sia2kan masa depanmu, Bunda.

***
Pukul 07.20 CET kami berangkat menuju halte trem dekat kediaman kami. Kehangatan pagi awal musim semi mengiringi langkah kaki kami. Setengah gelas kopi masih hangat di tanganku, tanda sebagian ”nyawa”-ku masih perlu amunisi. Lalu datanglah kereta jalan (Strassenbahn, S-Bahn) yang sejurus kemudian mengantar kami ke Stasiun Utama (Hauptbahnhof, Hbf.) Muelheim a.d Ruhr. Dari sinilah perjalanan yang sebenarnya di mulai, teman.

Dari Muelheim Hbf kami melanjutkan perjalanan ke Essen Hbf. Selewat beberapa menit penantian, perjalanan berlanjut ke Siegen Hbf. Penuh canda-tawa dan diskusi-diskusi seru tentang hal-hal ajaib. Di sini lah kami, 4 orang pengembara, melintasi kota demi kota, stasiun demi stasiun, dan harapan demi harapan. Berbagi pengalaman, ilmu, dan terkadang juga makna.

Sekitar jam 12 kami sampai di Hagen Hbf., beristirahat dan mengisi perut kami yang menjerit. Satu porsi mi goreng (Gebratenenuedeln) ala Vietnam yang terpampang sebagai menu murah (Angebot) hari itu. Lumayan lah, 2,50 Euro per porsi, cukup sesuai untuk kantong kebanyakan mahasiswa Jerman. Dari Hagen kami lanjut terus ke Frankfurt am Mainz Hbf. Kota2 tua dan stasiun tua tak terurus menghiasi jendela kereta yang kami tumpangi. Salah satunya, aku ingat benar, adalah stasiun kota Sin. Berarsitektur gereja Kristen abad ke-17, angker sekaligus memukau, dengan plang biru besar dekat menaranya: SIN (secara harfiah berarti dosa, toh?). Lucu.

Sejurus kemudian datang kabar buruk tak terduga: salah satu rekan kami seperjalanan tidak berhasil lulus satu mata kuliah penting nan berbahaya: Control Theory. Bak genderang Thor, situasi langsung berubah menjadi genting. Kenapa? Karena mahasiswa di Jerman memiliki semacam batasan mengenai berapa kali mereka boleh tidak lulus, yaitu 3 kali (dritte Versuch). Lebih dari 3 kali tidak lulus mata kuliah yang sama, maka katakanlah selamat tinggal (Tchuess..) kepada kampus tercintamu, teman.

Dan sahabat kami ini telah melampaui kali kedua ketidaklulusan menaklukkan Professor Softker yang kabarnya dulu adalah mahasiswa Albert Einstein yang terkenal itu (!). Artinya, posisinya berubah drastis dari calon penulis master thesis menjadi calon mahasiswa TKO alias drop-out. Percayalah kawan, ini bukan gambaran yang sesungguhnya.. karena gambaran utuhnya akan lebih menyeramkan. Karenanya kami sibuk menyusun siasat bagaimana caranya agar sekiranya kawan kami ini tidak runtuh harga diri dan semangatnya gara2 kabar tak enak hari ini.

”Sabar Bang yak, gw bisa ngerasain perasaan elo, gw pernah ngerasain juga soalna”. ”Ini tandanya elo musti lebih memerbaiki usaha & doa elo, Bro.. ambil hikmahnya yak”. ”Ntar gw bantu ngerangkum n nyusun strategi deh”, atau ”Elo fokus aja ama dritte Versuch elo, gw bantu minimal pake doa n maksimal pake apapun yang gw bisa, oke”.. dan entahlah, mungkin beratus2 nasihat, argumen, ucapan pembesaran hati, kalimat penghiburan, retorika.. semua jurus telah kami keluarkan untuk meredam kegalauan siang itu. Di hati saudara kami, dan lebih hebat lagi: di hati kami sendiri.

***
Pukul 14.30 CET, tepat 30 menit sebelum pencoblosan usai, tibalah kami di tempat pemungutan suara. Tak ada yang istimewa. Sungguh. Ramai sih iya, tapi tidak meriah sama sekali. Saya percaya teman2 dari Panitia Pemilu Luar Negeri telah bekerja keras, namun saya pikir, seharusnya mereka bisa deliver lebih. 2 kali saya ikut pemilu: 1 kali di lapangan Villa Sawo (kesan: meriah, membumi, dan semarak), dan 1 kali di kantor (kesan: khidmat, tenang, syahdu). Kali ini, di Jerman.. pemilu berlangsung cukup semrawut. Bahkan tanpa lagu Indonesia Raya!!

Tapi ya sudahlah. Kami cukup maklum dan akhirnya mendaftarkan diri, mengantri, menunggu panggilan, menerima kertas suara, mencontreng, mencelupkan jari ke dalam tinta biru khas pemilu, dan selesai. 7 jam lebih perjalanan kami tuntas sudah.. Ibu pertiwi tersenyum sudah. Sekadang tinggal Abang kami yang masih manyun sehubungan masa depan kuliahnya yang berubah drastis.

Karenanya kami sempatkan makan-makan dan bertukar sapa dengan saudara2 kami setanah air. Ada bazaar makanan & minuman ala kadarnya di lapangan parkir KJRI, dan aku cukup serius atas statement ”ala kadarnya” tadi, kawan. Sejujurnya aku agak masygul.. karena dari beberapa kali acara yang pernah kami buat atau kami hadiri.. terbukti ini adalah acara terjelek yang pernah kami hadiri. Pemilu, satu hari penuh, ratusan orang hadir, what a shame... bravo buat siapapun panitia acara ini, aku hargai kerja keras kalian.. tapi lain kali, aber bitte.. please.. berusahalah lebih keras lagi, oke.

Kami akhirnya berkenalan dengan Bang Rangkuti, seorang dokter jantung yang cukup terkenal di Jerman. Mbak Gita, Bang Jabrik, dan entah beberapa orang lagi yang bertukar sapa dan cerita dengan kami. Gayeng. Kami banyak tertawa, dan tertawaku makin lega kala ternyata Abangku yang satu itu juga ikut tertawa. Sabar Bang yak.. hujan pasti usai .. aku doakan tidak akan ada lagi badai.

***
Pukul 17.30 kami bersiap pulang. Makan malam serius dulu di Restoran Jade dekat Frankfurt am Mainz Hbf., lalu pulang 1 jam kemudian. 7 jam perjalanan pulang menanti kami yang kekenyangan menu Kangkung Belacu (?), Bebek Panggang, dan Cumi Tepung. Ah iya, plus segelas kopi penyambung nyawa, tentu saja.

Lalu, sekitar jam setengah 4 pagi -Morgengrau (pagi abu2) kalau orang Jerman bilang, sampailah kami kembali di rumah kami masing-masing. Waktu yang paling makbul alias pas buat bersujud dan mengadu kepada Tuhan. Karenanya, setelah meluruskan kaki sejenak, aku mengambil wudhu dan bersembahyang. Tuhanku yang Esa, ridhailah pengembaraan kami, pencarian ilmu kami, dan semua usaha kami. Tolonglah kami semua, Tuhan. Bimbinglah jalan kami, mudahkan urusan kami, serta luluskanlah kami di dalam semua ujian-ujian duniawi dan ukhrawi kami. Allahumma yassir lana umurana.. ya Allah..

Serta berkatilah negara kami dan seluruh rakyatnya. Luruskanlah hati para pemimpin kami. Lindungi dan sayangi kami semua, wahai Dzat Pemberi sebaik2 pemberian. Amin.

----------------------------
Holy Sam,
Muelheim (Ruhr) – Gengenbach
09.04.2009 – 18.04.2009

Keine Kommentare: