Montag, Februar 09, 2009
"Tapa Brata" of the Year
(Photo courtesy of indosupranatural.blogspot.com)
Tapa berasal dari bahasa Sanskrit (bahasa India kuno) yang berarti berlaku asketik. Bukan asal ketik, sodara2.. asketik yang saya ketik ini tansliterasi dari ascetic (inggris) atau asketisch (jerman). Ini asalnya dari adjektif basa Yunani, yang artinya adalah (bersifat) bekerja keras. Otomatis, merujuk ke makna ini, padanan katanya dalam bahasa Arabnya adalah ijtihad alias jihad. Hm2, what an interesting thought, huh?
Orang Jawa kuno sering menjalani tapa (Sanskrit: tapasvaya). Di sini konteksnya adalah bekerja keras untuk mencapai supremasi kondisi spiritual. Istilah awamnya Kejawen lah. Oiya, tapa itu bukan cuma samadhi lho. Tau samadhi? Itu lho, tetangganya Mbak Saras 008, kekekkekee.. ndak nyambung yak? Sori2, serius amat sih bacanya? :p
Mari kita lanjutken, sodara2..
Samadhi adalah istilah teknis yang digunakan oleh para yogi (pemraktek yoga) yang menggambarkan kesadaran total (complete consciousness) yang mana adalah tujuan tapa itu sendiri. Jadi sodara2, ketahuilah, tapa adalah proses untuk mencapai samadhi. Dengan sendirinya, samadhi adalah produk dari tapa, jangan dibolak-balik, ingat.. :D
Begitulah. Back to Kejawen (ato Islam "abangan"), sebenarnya istilah ini terlalu politis sih. Ini istilah pernah jadi polemik pertama sekali zaman Kesultanan Demak dulu, trus kedua pas zaman awal2 Orde Baru, pada zaman almarhum Buya Hamka dan Cak Nurcholis Madjid masih hidup. Saya rasa istilah ini sengaja dipertahankan oleh mereka2 yang menolak persatuan ummat (Islam). Mereka ingin menarik garis antara kelompok mereka dengan kelompok "luar" mereka, yang mana akhirnya menjadi bibit2 perpecahan dan pertengkaran. What a shame, indeed.
Kenapa? Karena ajaran manapun yang hidup di dunia ini mengandung aspek "abangan" semua. Islam dengan sufisme & "kejawen"-nya, Yahudi dengan kabbalah-nya, dan Nasrani dengan paganismenya, ho-ho-ho, no comment deh... lha terus apa itu gunanya Vater Martin Luther King membangun aliran baru? Di Katolik sendiri, ada yang namanya "biblical apocrypha", alias versi Bible yang telah "dibersihkan" dari ayat2 yang ditolak/diragukan. Jadi, mari kita tinggalkan istilah abangan ini karena sudah ketinggalan zaman sekali, sodara2. Era globalisme aja udah lewat kok. Liat tuh jatuhnya perusahaan2 global. Sekarang zamannya glocalisme, kawan.. Istilah kerennya, think globally, act locally. Lho2, hubungannya apa ya? Eum, cari ndiri dulu aja kali ya, kekekekkek.
***
Dalam Islam, wudhu, dzikir, wirid, puasa, sholat, dan berbagai macam ibadah "mahdhah" (i.e penyembahan ritual kepada Tuhan YME) amat dekat hubungannya dengan tapa. Pernah wirid "astaghfirullahal'adzim" 300.000 kali dalam 1 hari? Cobain deh. Wirid ini berkhasiat menjernihkan hati dan mendekatkan diri kepada Tuhan SWT.
Bener2 berat banget. Gw gak mau kok ngelakuin ini lagi, kekekekkek. Dulu, gw gak bisa ngelakuin wirid ini sambil sekolah, belajar, mandi, serta beragam aktifitas harian lainnya. Aseli gak keuber itu angka 300.000 kali dalam sehari. Solusinya, gw bertapa alias berjihad. Konsentrasi abis2an, duduk & gak kemana2 (even cuma untuk ke kamar mandi), gak tidur, dan bener2 gak ngapa2in selain baca kalimat tersebut. Somehow and someday, alhamdulillah dan singkat cerita, gw berhasil. Sensasinya, sodara2, masya Allah.. susah digambarkan dengan kata2. Bayangin elo kerasukan sesuatu yang bener2 mencerahkan, menenangkan, membahagiakan, dan berbagai macam sensasi positif lainnya. Di titik ini, nafas elo menjelma mantra, pikiran elo didera mantra, dan hati elo penuh cahaya mantra. Dahsyat lah pokoknya.
Seorang sahabat mungkin akan nyelutuk: "eh, itu kan bid'ah, Bad". Lalu kira2 akan saya jawab: nein, itu bukan bid'ah. Kalo saya meyakini kalo hal ini disunnahkan atau malah diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya, barulah ini bisa dibilang bid'ah. Ini bukan ibadah mahdhoh kok, jadi ya suka2 saya lah, pan saya cuma ingin ber"mesra2an" sama Allah kekasih saya, masa ndak boleh? Hehehhehehh
Lagian, Kanjeng Nabi dulu juga pernah berkhlawat di atas Jabal Hira' sebelum berkenalan dengan Jibril AS, kok. Jadi betul lah itu katanya orang2 tua zaman dulu: "menungso iku menus2 kakehan ing duso", i.e manusia itu adalah makhluk yang penuh dosa. Makanya diperlukan tapa alias ijtihad alias khalwat untuk mencapai apa yang dinamakan samadhi alias nafsul muthmainnah (jiwa yang tenang) alias insan kamil (manusia yang sempurna). Karena apa? Karena ilmu Hikmah itu datang dari Allah semata, bukan dari buku2, masjid2, pesantren2, apalagi mereka yang memanggil dirinya dengan sebutan kyai!
***
Nah2, kiranya cukup lah dongeng gw soal seluk beluk pertapaan. Sekarang gw mo balik tapa lagi ah. Tapa brata alias tapa besar. Gak ngapa2in kecuali ngerjain thesis gw yang udah di depan garis kematian, 28.02.2009, kekekekkekek. Wish me a great success and luck yak kawan...
Innamaa asykuu ba'tsy wa khuzni ilallah.. Rabbanaj'al lana min ladunka waliyyan, waj'al lana min ladunka nashiran. Amin.
----------------------
Holy Sam,
Gengenbach, 09.02.2009; 22.30 CET
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen