Freitag, Mai 07, 2010

Lebih baik bangsa ini dipimpin oleh foreigner?


Tadi sore aku shock bukan kepalang. Pasalnya, di dalam sebuah diskusi dengan Bank Dunia perwakilan Jakarta, seorang pengusaha pribumi nasional mengemukakan sebuah pernyataan bahwa "lebih baik bangsa ini dipimpin oleh orang asing agar lebih profesional".

Puji syukur ke hadirat Tuhan, Juragan Bebek tak hadir sore tadi sehingga pertumpahan darah batal terjadi pada sesi roundtable tadi..

***
Berhubung saya orang yang penakut, saya tidak sedikitpun membantah meskipun jelas bukan berarti saya setuju. Saya tidak cukup punya nyali untuk membantah karena sejujurnya saya belum atau tidak mau terjebak dalam wilayah perdebatan nasionalisme yang sangat absurd di otak saya. Yang saya sebut belakangan sedang saya coba endapkan, saya sodori cermin, dan sedang saya ajak hibernasi.

Tapi mungkin akan sangat percuma jika statemen sedemikian saya ladeni dengan sederet argumentasi macam apapun juga. Karena saya mengenakan "baju" manusia Indonesia, sedangkan dia mengenakan "baju" pengusaha. Mubazir jika nantinya kami berdebat, karena di otak beliau hanya term "profit" yang bermakna, sedangkan di pemikiran saya ada term "cinta" kepada bangsa Indonesia yang bertahta.

Cukuplah saya berdoa, mudah2an hanya beliau saja satu2nya orang Indonesia yang berpikiran demikian. Sisanya insya Allah nasionalis semua..

***
Untungnya lagi statement tadi tidak sempat mendominasi diskusi kami karena toh tema besarnya adalah cetak biru sistem logistik nasional. Beruntung rekan2 sebangsa memiliki kearifan dan toleransi yang tinggi untuk tidak terprovokasi oleh statement "sepele" ini.

Kiranya beruntung juga tiga orang asing perwakilan Bank Dunia tidak lantas mengiyakan statemen ini. Karena saya yakin toh karir mereka tidak akan setinggi Bos mereka yang baru, Ibu Sri Mulyani Indrawati.

Orang2 seperti Ibu Sri lah (dan puluhan ribu teknokrat dan profesional putra-putri pertiwi di seantero jagat) yang akan membungkam mulut orang semacam yang saya temui sore ini. Dengan kerja keras dan prestasi luar biasa. Tidak hanya sekadar dengan argumen maupun kata2.

Pertanyaan selanjutnya saya kira adalah: apakah kita mau dan mampu?
_______
Holy Sam,
Jatimulya, 07.05.2010; 21.30

Mittwoch, Mai 05, 2010

Withery



Layu,
Apakah aku harus jadi abu?
Ku tatap masa depan nan sayu.
Lalu ku tata lagi seluruh kayu dan batu.
Namun tubuh dan jiwaku seperti lesu.

Lemah,
Patah terbelah-belah.
Ditekan pasrah, amarah,
petuah-petuah penambah masalah.
Lah..
Aku makin lelah dan sama sekali tidak gagah.

Linglung bin bingung,
Suara-suara asing berdengung,
Mata melihat hal2 canggung,
Amanat terpasung,
Kebenaran di tiang pancung,
Kezaliman di depan hidung,
Kebohongan berpawai adigung,
Sedang kita bersorak bingung.
Ngung-ngung-ngung.

Ah.. padahal Tuhan sudah kasih payung.

Cuma ruhku yang berdiri teguh,
Sedang makin goyah akal dan hatiku ku di jurang abad jahiliyyah,
Hingga lelah meresapi pori,
Ingin pasrah takut kalah,
Ingin kuat tapi takut kualat,
Amboi, jaga hamba agar tetap mendapat rahmat..

Ku cari inspirasi hingga ujung bumi,
Ku tapaki jalan hingga ke ujung sunyi,
Ku kirim doa dalam teriak hingga serak,
Menyibak tabir2 tersembunyi sang takdir,
Namun kembali letih ku di sini,
Tanpa energi, sunyi tanpa tepi.

Semua tak pasti.
Semua tak aseli.
Palsu dan tak sejati.

Duh Gusti...
Peluk hati ini,
Isra'kan hamba ke gerbang mashlahat,
Mi'rajkan hamba ke singgasana maghfirat.
__________
Holy Sam,
Jatimulya, 04.05.2010, 21.15 WIB.