Dienstag, April 28, 2009

Matahari Untuk Audy (Hepi Bersdey Sob yak)



Kau tahu sobat?
Jatah hidupmu sekali lagi telah setahun terlewat.
Maka ingatlah akhirmu,
karena awal mengingat akhir adalah bukti awal kecintaanmu
Kepada akhirat.

Waktu bergulir detik demi detik.
Kau dan aku.
Kita semua.
Jadi mari kita raih semangat dan cita2 baru.
Karena awal semangatmu adalah akhir dari deritamu.

Sudah buka saja lembar baru, sahabat.
Karena jika tak mampu kau temui mentarimu,
Maka menjadilah matahari itu sendiri.
Dan bila mendung menjelma hujan serta kmudian menjadi badai,
Matahari akan senantiasa hadir menyemangati badaimu.
Lalu badai berubah menjadi berkah,
dan kepada Tuhan lah semua mesti berpasrah.

Selamat ulang tahun, saudaraku.
Semoga semangat yg menjadi mataharimu,
Menghadirkan indahnya pelangi dalam hidupmu.

Wallahu yutammim nuurak. Amin.
____________
Holy Sam,
Monning, 28.04.2009; 02.02 CET

Sonntag, April 19, 2009

Pemilu (Perjalanan Ngilu Penuh Lika-liku) 2009 – Sebuah Catatan Perjalanan


(Foto jari kelingking kanan gw waktu hari pencontrengan, diambil dgn Kokon E4300)

Aku akui bahwa aku bukanlah warga negara Indonesia yang baik, teman. Sumbangan pajakku tak seberapa, sumbangan pemikiranku belum apa2. Namun aku niatkan untuk selalu memberikan yang terbaik bagi bangsa. Itu saja.

Maka jadilah pagi itu, Kamis, 09 April 2009, kami berempat berangkat penuh semangat ke Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Frankfurt am Mainz, Jerman. Aku, Bung Feri aka. Juergen, dan Bang Lubis beserta istrinya. Penuh sukarela dan sukacita mendatangi bilik suara dan menunaikan kewajiban dan hak kami untuk memilih anggota legislatif yang sekiranya paling pantas mewakili kami.

Segala persiapan tuntas sudah. Sedikit riset mengenai rekam jejak para kandidat, konfirmasi kedatangan kami, serta rencana perjalanan telah tersusun matang. Satu-dua detail tertinggal, lupakanlah. Yang paling penting hanyalah lagu Indonesia Raya yang mengalun syahdu di benak kami masing2. Bunda Pertiwi, kami datang memenuhi panggilanmu. Suara kami adalah masa depanmu, dan tidak akan kami sia2kan masa depanmu, Bunda.

***
Pukul 07.20 CET kami berangkat menuju halte trem dekat kediaman kami. Kehangatan pagi awal musim semi mengiringi langkah kaki kami. Setengah gelas kopi masih hangat di tanganku, tanda sebagian ”nyawa”-ku masih perlu amunisi. Lalu datanglah kereta jalan (Strassenbahn, S-Bahn) yang sejurus kemudian mengantar kami ke Stasiun Utama (Hauptbahnhof, Hbf.) Muelheim a.d Ruhr. Dari sinilah perjalanan yang sebenarnya di mulai, teman.

Dari Muelheim Hbf kami melanjutkan perjalanan ke Essen Hbf. Selewat beberapa menit penantian, perjalanan berlanjut ke Siegen Hbf. Penuh canda-tawa dan diskusi-diskusi seru tentang hal-hal ajaib. Di sini lah kami, 4 orang pengembara, melintasi kota demi kota, stasiun demi stasiun, dan harapan demi harapan. Berbagi pengalaman, ilmu, dan terkadang juga makna.

Sekitar jam 12 kami sampai di Hagen Hbf., beristirahat dan mengisi perut kami yang menjerit. Satu porsi mi goreng (Gebratenenuedeln) ala Vietnam yang terpampang sebagai menu murah (Angebot) hari itu. Lumayan lah, 2,50 Euro per porsi, cukup sesuai untuk kantong kebanyakan mahasiswa Jerman. Dari Hagen kami lanjut terus ke Frankfurt am Mainz Hbf. Kota2 tua dan stasiun tua tak terurus menghiasi jendela kereta yang kami tumpangi. Salah satunya, aku ingat benar, adalah stasiun kota Sin. Berarsitektur gereja Kristen abad ke-17, angker sekaligus memukau, dengan plang biru besar dekat menaranya: SIN (secara harfiah berarti dosa, toh?). Lucu.

Sejurus kemudian datang kabar buruk tak terduga: salah satu rekan kami seperjalanan tidak berhasil lulus satu mata kuliah penting nan berbahaya: Control Theory. Bak genderang Thor, situasi langsung berubah menjadi genting. Kenapa? Karena mahasiswa di Jerman memiliki semacam batasan mengenai berapa kali mereka boleh tidak lulus, yaitu 3 kali (dritte Versuch). Lebih dari 3 kali tidak lulus mata kuliah yang sama, maka katakanlah selamat tinggal (Tchuess..) kepada kampus tercintamu, teman.

Dan sahabat kami ini telah melampaui kali kedua ketidaklulusan menaklukkan Professor Softker yang kabarnya dulu adalah mahasiswa Albert Einstein yang terkenal itu (!). Artinya, posisinya berubah drastis dari calon penulis master thesis menjadi calon mahasiswa TKO alias drop-out. Percayalah kawan, ini bukan gambaran yang sesungguhnya.. karena gambaran utuhnya akan lebih menyeramkan. Karenanya kami sibuk menyusun siasat bagaimana caranya agar sekiranya kawan kami ini tidak runtuh harga diri dan semangatnya gara2 kabar tak enak hari ini.

”Sabar Bang yak, gw bisa ngerasain perasaan elo, gw pernah ngerasain juga soalna”. ”Ini tandanya elo musti lebih memerbaiki usaha & doa elo, Bro.. ambil hikmahnya yak”. ”Ntar gw bantu ngerangkum n nyusun strategi deh”, atau ”Elo fokus aja ama dritte Versuch elo, gw bantu minimal pake doa n maksimal pake apapun yang gw bisa, oke”.. dan entahlah, mungkin beratus2 nasihat, argumen, ucapan pembesaran hati, kalimat penghiburan, retorika.. semua jurus telah kami keluarkan untuk meredam kegalauan siang itu. Di hati saudara kami, dan lebih hebat lagi: di hati kami sendiri.

***
Pukul 14.30 CET, tepat 30 menit sebelum pencoblosan usai, tibalah kami di tempat pemungutan suara. Tak ada yang istimewa. Sungguh. Ramai sih iya, tapi tidak meriah sama sekali. Saya percaya teman2 dari Panitia Pemilu Luar Negeri telah bekerja keras, namun saya pikir, seharusnya mereka bisa deliver lebih. 2 kali saya ikut pemilu: 1 kali di lapangan Villa Sawo (kesan: meriah, membumi, dan semarak), dan 1 kali di kantor (kesan: khidmat, tenang, syahdu). Kali ini, di Jerman.. pemilu berlangsung cukup semrawut. Bahkan tanpa lagu Indonesia Raya!!

Tapi ya sudahlah. Kami cukup maklum dan akhirnya mendaftarkan diri, mengantri, menunggu panggilan, menerima kertas suara, mencontreng, mencelupkan jari ke dalam tinta biru khas pemilu, dan selesai. 7 jam lebih perjalanan kami tuntas sudah.. Ibu pertiwi tersenyum sudah. Sekadang tinggal Abang kami yang masih manyun sehubungan masa depan kuliahnya yang berubah drastis.

Karenanya kami sempatkan makan-makan dan bertukar sapa dengan saudara2 kami setanah air. Ada bazaar makanan & minuman ala kadarnya di lapangan parkir KJRI, dan aku cukup serius atas statement ”ala kadarnya” tadi, kawan. Sejujurnya aku agak masygul.. karena dari beberapa kali acara yang pernah kami buat atau kami hadiri.. terbukti ini adalah acara terjelek yang pernah kami hadiri. Pemilu, satu hari penuh, ratusan orang hadir, what a shame... bravo buat siapapun panitia acara ini, aku hargai kerja keras kalian.. tapi lain kali, aber bitte.. please.. berusahalah lebih keras lagi, oke.

Kami akhirnya berkenalan dengan Bang Rangkuti, seorang dokter jantung yang cukup terkenal di Jerman. Mbak Gita, Bang Jabrik, dan entah beberapa orang lagi yang bertukar sapa dan cerita dengan kami. Gayeng. Kami banyak tertawa, dan tertawaku makin lega kala ternyata Abangku yang satu itu juga ikut tertawa. Sabar Bang yak.. hujan pasti usai .. aku doakan tidak akan ada lagi badai.

***
Pukul 17.30 kami bersiap pulang. Makan malam serius dulu di Restoran Jade dekat Frankfurt am Mainz Hbf., lalu pulang 1 jam kemudian. 7 jam perjalanan pulang menanti kami yang kekenyangan menu Kangkung Belacu (?), Bebek Panggang, dan Cumi Tepung. Ah iya, plus segelas kopi penyambung nyawa, tentu saja.

Lalu, sekitar jam setengah 4 pagi -Morgengrau (pagi abu2) kalau orang Jerman bilang, sampailah kami kembali di rumah kami masing-masing. Waktu yang paling makbul alias pas buat bersujud dan mengadu kepada Tuhan. Karenanya, setelah meluruskan kaki sejenak, aku mengambil wudhu dan bersembahyang. Tuhanku yang Esa, ridhailah pengembaraan kami, pencarian ilmu kami, dan semua usaha kami. Tolonglah kami semua, Tuhan. Bimbinglah jalan kami, mudahkan urusan kami, serta luluskanlah kami di dalam semua ujian-ujian duniawi dan ukhrawi kami. Allahumma yassir lana umurana.. ya Allah..

Serta berkatilah negara kami dan seluruh rakyatnya. Luruskanlah hati para pemimpin kami. Lindungi dan sayangi kami semua, wahai Dzat Pemberi sebaik2 pemberian. Amin.

----------------------------
Holy Sam,
Muelheim (Ruhr) – Gengenbach
09.04.2009 – 18.04.2009

Mittwoch, April 08, 2009

Pemilu!


Tahun 2009 adalah tahun pesta buat bangsa Indonesia. Pesta demokrasi, tentunya. Diawali dengan pemilihan langsung anggota legislatif 9 April 2009 besok hingga pemilihan presiden & wakilnya pada 8 Juli 2009 (putaran pertama). Rasa2nya tidak ada hal yang lebih menarik daripada pemilu, apalagi setelah membaca ulasan Pak Saurip B Kadi di harian Fajar. Ulasan selengkapnya bisa dibaca di sini.

Beliau bilang, pemilu di negara kita tercinta ini seperti memilih kucing dalam karung dan sebuah "cek kosong". Alasannya dan ulasannya sangat masuk akal & menarik. Masalahnya di sini, golput bukanlah pilihan. Kenapa? Karena buat saya, memilih pemimpin bukanlah hak semata. Memilih pemimpin adalah hak sekaliagus kewajiban rakyat yang peduli terhadap nasib & masa depan bangsanya. Analogi paling buruk yang bisa saya berikan adalah: jika Anda tahu seorang maling/perampok berpeluang untuk memimpin/mewakili bangsa kita tercinta, tidakkah Anda ingin sekurang2nya mereduksi peluang ini?

***
Terlepas dari kualitas kepemimpinan capres maupun caleg yang kita miliki saat ini, bangsa Indonesia selayaknya bersyukur karena tidak pernah memiliki "shortage" alias "kekurangan stok" calon2 pemimpin. Seburuk apapun kondisi politik, ekonomi, sosial, & budaya nasional, kondisi ini tidak menghalangi seseorang untuk mencalonkan diri maupun bersedia dicalonkan untuk menjadi pemimpin maupun wakil rakyat. Seorang Barrack Obama bisa jadi akan berfikir berkali2 untuk sekadar mau dicalonkan menjadi nahkoda perahu retak berbendera merah putih yang terkoyak ini. Namun lihatlah.. puluhan orang (yang tidak saya ragukan lagi ilmu maupun sumber daya yang dimilikinya) merasa memiliki cukup bekal untuk maju ke depan memimpin dan atau mewakili bangsa. Ini, sekali lagi, adalah hal yang wajib kita syukuri. Maka bersyukurlah dulu, saudaraku..

Masalahnya tinggal sekarang memilih calon mana yang terbaik. Tidak usah lah bermimpi mendapatkan calon pemimpin yang sesuai dengan kriteria al-Qur'an & hadits beserta pernak-pernik karakter yang kadang2 terasa "berlebihan" untuk zaman ini. Cukuplah kita berdoa semoga calon pemimpin2 ini teteup dilindungi, dirahmati, & diridhai Allah SWT serta selalu berada di jalan kebenaran. That's it, easy & simple. Ketika hanya ada brotowali & maja sebagai pilihan, tak perlulah kita mengharapkan buah2an manis lainnya.

***
Alcuin of York (w. 804 M) sering dikutip oleh pernyataannya yang terkenal: "vox populi vox Dei". Artinya kurang lebih: suara rakyat adalah suara Tuhan. Proverbia ini betul menurut saya karena setidaknya 2 alasan.

Pertama, suara rakyat merupakan representasi dari suara Tuhan. Jika rakyatnya orang2 terpelajar, tentulah yang mereka pilih sebagai pemimpin adalah orang yang paling terpelajar. Jika rakyatnya nekat, tentu yang dipilih adalah pemimpin yang paling nekat. Jika rakyatnya pencari ridha Allah, maka tentulah yang terpilih adalah pemimpin yang paling getol mencari ridha Allah. Iya ndak? Makanya, jika kita ingin memiliki pemimpin yang lebih baik, maka kita pun harus berusaha untuk menjadi lebih baik.. nanti setelah baik, barulah Allah akan "mengutus" pemimpin yang lebih baik pula untuk kita semua.

Kedua, suara rakyat merupakan suara Tuhan. Artinya, jika rakyat terdzalimi dan marah, maka Tuhan pun akan marah. Dan percayalah saudaraku, meskipun kasih sayang-Nya lebih besar daripada marah-Nya, bakal sakit sekali terasa jika Tuhan sudah marah. Maka wasiat saya untuk para calon pemimpin bangsa sederhana saja: berhati2 lah, jangan bikin rakyat (tambah) susah apalagi marah..

------------------
Holy Sam,
Gengenbach, 08.04.2009; 01.27 CET
Golput bukan pilihan & pilihan saya bukan golput!